Sustainability, Pola Tanam dan Pola Kehidupan
Jangan bilang kalau satu kejadian gak ada hubungannya dengan
kejadian lain yg terjadi di luar angkasa sekalipun. Kalau kamu percaya dengan
Tuhan, atau tidak percaya sekalipun, hukum sebab akibat itu ada, sifatnya
universal dan merupakan aksioma.
Penulis memahami dan memperkirakan bahwa segala jenis
permasalahan pelik di dunia ini berawal dari perubahan pola tanam. Semua hal terkait
cocok tanam yang diwariskan oleh leluhur kita sebenarnya sangat erat kaitannya
dengan praktek praktek konservasi dan keselamatan jangka panjang semua mahluk.
Betapa jeniusnya leluhur kita, tanpa kehadiran mesin, membentuk pola pola
kehidupan lestari yang bisa menopang generasi penerus selama berabad abad,
namun berakhir ketika pola tanam konvensional (modern) diperkenalkan, mulai
perang dunia ke-2.
Perubahan pola tanam dan apa yang ditanam, sangat
berpengaruh dikemudian hari pada pola pangan kita. Kita semua mengamini bahwa
penyakit yang diderita masyarakat kita lebih erat kaitannya dengan pola makan
kebanyakan orang.
Dahulu, tidak hanya beras yang merupakan sumber karbohidrat.
Jagung ketan (putih), umbi umbian, sagu, serealia selain beras seperti sorghum,
jali jali, jewawut adalah sebagian kecil dari sumber karbohidrat yang sudah jarang
kita temukan lagi. Tanaman pangan, yang dahulu sangat beragam, kemudian lebih difokuskan
pada segelintir jenis tanaman pangan saja. Jenis karbohidrat yang bertekstur
keras seperti jagung dan karbohidrat yang dicampur kacang kacangan, sebenarnya
dibutuhkan oleh geraham kita. Dokter gigi mengatakan bahwa perubahan pola
pangan, akan mengubah bentuk geraham. Makanan kita saat ini cenderung lebih
lunak, sehingga mengubah bentuk dan kekuatan geraham. Jenis makanan yang kita
makan pun cenderung meningkatkan kadar asam tubuh kita, sehingga juga
berpengaruh pada kualitas gigi kita. Kemunculan produk pasta gigi, disesuaikan
dengan kebiasaan makan orang kebanyakan, yang sangat asam sifatnya, karena
tinggi kandungan gula, sehingga rentan membuat gigi berlubang. Muncullah produk
pasta gigi ber-flouride untuk
mencegah gigi berlubang, dan kita mau tidak mau, harus berdamai dengan segala
jenis konsekuensi dari konsumsi fluoride
secara rutin. Ini adalah konsekuensi dari pilihan hidup kita. Sayangnya, jarang
kita sadari rangkaian sebab akibatnya, karena kita sangat berjarak dengan
sumber sumber penyedia pangan kita sendiri.
Jadi bisa dibayangkan, berawal dari perubahan pola tanam dan
apa yang ditanam, dampaknya sangat panjang dan selalu berujung pada kesehatan
dan keselamatan jangka panjang kita sendiri.
Kaitannya dengan sustainability?
Pola tanam jaman dahulu kala, sudah didesain agar ada keseimbangan antara
manusia dan alam sekitar. Apa apa yang ditanam pun sudah dipikirkan jauh jauh
hari dampak jangka panjangnya. Sebagai contoh, jenis tanaman yang di tanam di
area hulu, tidak boleh mengakibatkan kekeringan yang bisa berdampak pada
ketersediaan air di hilir. Hilir sangat bergantung pada area hulu untuk
ketersediaan air, karena infrastruktur ekologis yang terkait siklus hidrologi
terutamanya ada di area hulu (dataran tinggi). Pohon pohon besar yang menyimpan
cadangan air dan mampu menahan kemiringan tanah, harus dipelihara di daerah
hulu. Ketika pola tanam dan apa yang ditanam di area hulu berubah, maka akan
sangat berdampak pada area hilir.
Salah satu desa di Bali utara di dataran rendah, terpaksa
memutar otak untuk mengubah pola tanamnya. Penyebabnya adalah kelangkaan air yang
terjadi karena adanya perubahan vegetasi yang ditanam di area hulu. Masyarakat
di dataran rendah Bali utara terpaksa menanam pohon buah untuk mengantisipasi
kelangkaan air. Jenis buah yang mereka budidaya adalah mangga dan rambutan.
Dahulu, mereka biasa menanam jagung, dan tanaman lain yang berumur pendek serta
selalu ada rotasi tanam, ketika limpahan air masih mudah untuk didapatkan dari area
hulu. Pergantian jenis tanaman atau rotasi tanaman di dataran rendah diperlukan
selain untuk menjaga kesuburan tanah, juga lebih mudah untuk mengendalikan
jenis hama yang populer di sana, yaitu sejenis ulat tanah atau gayas dalam
bahasa daerah sana. Ketika ada rotasi tanam, otomatis ada kegiatan membolak
balikkan tanah dengan cara mencangkul. Tanaman jangka pendek tidak terlalu
tinggi dan rindang sehingga ada paparan sinar matahari yang dapat membunuh
gayas dan banyak predator alami menghampiri untuk memakan hama dari dalam
tanah.
Ketika rotasi tanaman tidak terjadi dan tanaman berumur pendek
tergantikan dengan tanaman jangka panjang seperti manga dan rambutan, otomatis
tidak ada lagi kegiatan membolak balikkan tanah. Area permukaan tanah di bawah
pohon pohon jangka panjang yang rindang, tidak lagi terpapar sinar matahari,
dan hama ulat tanah gayas makin merajalela. Predator alami tidak lagi dapat
hadir di sana. Petani dan pekebun sangat terkendala dengan hal ini, karena
apapun yang ditanam di sana akan dimakan habis akarnya oleh gayas. Betapa
sulitnya petani area hilir memutar otak menghadapi kelangkaan air dan sekaligus
mengendalikan hama. Tidak ada kesinambungan dan keberlanjutan yang dapat
dipelihara di sini. Ada banyak proses dan rantai yang terputus ketika area hulu
mengubah pola tanam secara sepihak tanpa melibatkan para penggarap di area
hilir.
Pola tanam, pola pangan dan penyakit kita, ada kaitannya?
Kita hanya memakan apa yang ditanam petani, dan ketika
petani hanya menanam sejenis tanaman tertentu, otomatis itulah yang kita makan.
Jangan heran ketika kita pergi ke pasar, jenis mangga yang paling sering kita
temukan adalah mangga harum manis, karena itulah yang dibudidaya oleh petani
kita. Penyeragaman jenis tanaman pangan, adalah petaka bagi kita semua. Karena
obat dari segala penyakit justru ada pada keberagaman jenis tanaman pangan. Dahulu
kita sering menemukan beragam jenis mangga, namun saat ini ada salah satu jenis
yang sangat mendominasi. Bayangkan ketika ada sejenis tanaman yang sangat
mendominasi dan sangat menguasai lahan, maka kita akan jauh lebih sering
mengkonsumsi dan dicekoki pangan dan produk berbahan baku yang itu itu saja. Akibatnya,
kebutuhan nutrisi kita tidak akan tercukupi karena kurangnya keberagaman jenis
tanaman dan pangan yang kita konsumsi. Saya tidak sedang berbicara tentang
berbagai jenis masakan. Kebutuhan kita untuk makan akan meningkat karena tubuh
meminta asupan lebih, dan ketika kita berlebihan dalam mengkonsumsi makanan
yang kurang bergizi, berbagai penyakit akan menghampiri. Kita tidak kekurangan
masakan enak dan tidak kekurangan bahan pangan, namun kita sedang menderita
krisis pangan yang lain, yaitu keberagaman hayati terkait pangan. Sudah bisa
disimpulkan dari banyaknya penyakit kronis yang diderita oleh masyarakat diera
modern ini, semuanya terkait erat dengan pola pangan. Pola pangan, erat
kaitannya dengan pola tanam.
Pola pangan, erat kaitannya dengan pola makan dan pola
pikir. Makanan baik yang diproses dengan cara yang baik dan benar adalah obat.
Bagaimana praktek tanam dan pola pikir para petani kita sangat berpengaruh pada
energi yang kita dapatkan dari pangan yang mereka persembahkan. Energi,
frekuensi, vibrasi adalah tiga hal yang bisa kita pelajari untuk melihat
keterkaitan antara satu dan lain hal. Jika energi dan vibrasi dari kegiatan
penyediaan pangan terkontaminasi oleh praktek praktek yang merusak lingkungan,
mungkinkah kita mampu memelihara pikiran pikiran baik? Pola tanam, pola pangan
dan pola makan ini gaungnya kecil dan kalah dengan isu isu sustainability lainnya, padahal mustahil sustainability terwujud jika akarnya tidak dibongkar.
Comments
Post a Comment