Klenteng Tiao Kak Sie (Cirebon)

Dibangun pada abad ke-16 (Kelenteng ini diperkirakan berdiri pada tahun 1595 M, akan tetapi pendirinya tidak diketahui dengan pasti)

Kelenteng ini cukup mengagumkan karena bila dibandingkan dengan kelenteng lain, pengurusnya berupaya keras untuk mempertahankan keaslian struktur bangunan dan interior bangunan yang tentu saja tidak mudah. Menurut nara sumber, banyak diantara ummat yang menginginkan perombakan klenteng agar lebih baik, namun pihak pengurus berpendirian bahwa ada banyak catatan sejarah yang terpatri pada setiap jengkal klenteng ini yang harus dipelajari oleh generasi penerus. Catatan sejarah mengenai kelenteng ini sangat minim, namun ada satu arkeolog asal Belanda yang sempat mencatat sejarah Tiao Kak Sie.

Sumber
 
Salah satu uraian singkat mengenai klenteng ini juga ada pada link berikut http://cerbonan.wordpress.com/cirebon-tempo-doeloe/. Pada ruangan utama ada prasasti yang menyebutkan nama-nama penyumbang pada abad ke-17. Prasasti tersebut juga menyebutkan tahun pemugaran dibagian ruang utama yaitu tahun 1791, 1829 dan 1889, tetapi tanpa merubah bentuk aslinya.

Klenteng ini menaungi tiga ummat, yaitu Konghucu, Budha dan Taoisme, dan ada tiga aliran Budha yang bernaung di dalamnya yaitu Budha Mahayana (pengaruh Cina), Tantrayana (pengaruh Tibet) dan Teravada (pengaruh India). Oleh karenanya klenteng ini juga dinamakan sebagai klenteng Tri Dharma. Kelenteng atau Vihara Dewi Welas Asih (Tio Kok Sie) menurut ceritanya adalah tempat untuk orang-orang yang belajar ilmu. Keragaman yang ada di dalam kelenteng ini meiliki keuntungan dan kendalanya tersendiri, malah kadangkala banyak diantara ummat yang tidak mengenal akar dari keyakinan mereka sendiri karena percampuran dari banyak keyakinan dalam klenteng ini. Percampuran antara agama dan kebudayaan tentu tidak dapat dihindari dan juga terjadi pada banyak keyakinan yang lain.

Apa yang menarik dari klenteng ini? Gambar berikut adalah detail bangunan yang memiliki nilai filosofi (feng shui), catatan sejarah dan ajaran agama.



Patung-patung berukuran kecil dengan pedang terhunus di kedua tangan, tampak seperti tengah mempertahankan bangunan itu dari sebuah serangan musuh.



Keramik yang menggambarkan awan yang bertautan, dihiasi dengan empat bunga lotus di setiap sudutnya. Ornamen ini dikelilingi oleh mural.

Mural disekeliling ornamen, dilukis ulang, namun sayang, pihak pengurus kurang mengetahui maksud cerita mural tersebut. Generasi sebelumnya belum sempat menuturkan cerita mural ini.

Mural asli yang sudah lapuk. Ada di empat sisi dinding, masing-masing bercerita mengenai bakti terhadap orang tua dan pengadilan hari akhir.

Mural asli, yang menceritakan kisah pengadilan di hari akhir.

Mural ini dilukis dimedia card board pada tahun 1960, menutupi tembok yang penuh mural. Mural baru ini lebih menitikberatkan pada cerita salah satu tokoh bernama Kwam Te Kun (lambang kejujuran dan kesetiaan) dalam legenda Sam Kok (Tiga Negri)

Legenda Sam Kok (Tiga Negri)
Figur Naga dengan kaki menghadap ke langit masih asli seperti pada saat dibangun pada abad ke-16. Ruang terbuka ini mutlak harus ada dalam struktur bangunan klenteng. Disebut sebagai lubang langit, posisinya berada dalam ruangan utama. Selain fungsinya sebagai sirkulasi udara konon sangat erat kaitannya dengan astronomi dan astrologi.

Pada setiap pilar yang berbentuk segi empat, terdapat tali pengikat yang terbuat dari rotan pada bagian dalamnya dan kulit pada bagian luarnya. Tali pengikat ini dipercaya sebagai pengkal terhadap energi negatif. 


Lantai batu asli sebelum renovasi
Gallery

Comments

Popular posts from this blog

Rindu Bali yang dulu

Ignorance is a bliss. Really?

Show Me The Way To Surrender