Cirebonku sayang Cirebonku malang


Bangunan-bangunan cantik ini terbengkalai, tidak terpelihara dengan baik. Masyarakat dan pemerintah setempat gagal melihat bangunan-bangunan ini sebagai aset yang sangat berpotensi untuk industri wisata (yang memberdayakan masyarakat setempat dan berkesinambungan)

Bekas pabrik rokok BAT

Dulu ini kantor tempat ayah bekerja, sekarang terbengkalai.

Kembali ke kota kelahiran setelah absen selama dua tahun, rasanya seperti jatuh cinta lagi dengan kekasih lama, namun semakin dalam. Melihat objek yang sama dengan sudut pandang yang sama sekali berbeda merupakan kenikmatan tersendiri dalam melakukan perjalanan di kampung halaman. Kota ini sama sekali tidak memiliki daya tarik bagi para pelancong kebanyakan, karena Cirebon merupakan kota kecil, kota industri, kota pelabuhan dengan tata kota yang cukup semrawut. Nasib rata-rata kota kecil (yg memiliki aset yang hampir sama) di banyak tempat yang pemerintahnya kurang visioner, tidak mumpuni dalam memahami RTRW.Sayang sekali, jika saja blue print tata kota warisan Belanda tetap diikuti...ah...hanya mimpi di siang bolong. Saya berkhayal jauh andai saja kota ini bisa seindah Luang Prabang di Laos, Hanoi dan Hoi An di Vietnam yang memiliki banyak bangunan tua dengan karakter yang sama.

Luang Prabang adalah kota tujuan wisata yang baru saja dikenal sepuluh tahun terakhir. Kenapa Luang Prabang bisa menjadikan kotanya sebagai salah satu tujuan wisata dunia? Padahal Laos baru saja membuka dirinya untuk pariwisata belum lama ini. "Sektor pariwisata memang menjadi salah satu pemasukan penting bagi pertumbuhan ekonomi Laos dan roda pariwisata ini bisa terlihat jelas di depan bangunan yang diberi nama Morning Market atau Pasar Pagi". (http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2010/01/100106_laos3.shtml) Menurut pengamatan saya, pasar tradisional juga memiliki daya tariknya tersendiri bagi wisatawan manca negara, ditambah lagi dengan pasar dadakan yang khusus menjual kerajinan tangan khas daerah. Hal inilah yang menjadikan satu tempat wisata selalu dipadati wisatawan, karena menawarkan kelokalan suatu tempat.

Konektivitas antara Cirebon, Semarang, Jogjakarta sebetulnya cukup menjanjikan sebagai rangkaian paket perjalanan. Wisatawan yang mendarat di Jakarta dapat meluangkan waktu di Cirebon sebelum melanjutkan perjalanan darat ke Semarang dan Jogjakarta.

Sebenarnya jika saja ada komunitas yang fokus pada gerakan revitalisasi kota yang didukung oleh pemerintah daerah, Cirebon sebagai salah satu tujuan wisata tidak mustahil dapat terwujud dalam waktu singkat. Kita juga dapat belajar dari kota Lijiang, yang baru membuka parawisata untuk wisatawan asing pada tahun 80an dan arus wisatawan yang lebih deras lagi baru pada tahun 1996 setelah bencana gempa menimpa kota tersebut (yg menyebabkan perhatian dunia tertuju pada Lijiang). Kota Lijiang awalnya pun merupakan kompleks rumah-rumah tua yang terabaikan namun pemerintah setempat memiliki visi konservasi budaya dan menciptakan indusrtri wisata yang memberdayakan masyarakat setempat. Untuk tujuan wisata, pemerintah setempat memberikan subsisdi kepada masyarakat pemilik bangunan tua untuk merenovasi tanpa merubah struktur dan karakter bangunan tua. Masyarakat dianjurkan untuk membuka unit-unit usaha kecil sebagai pendukung industri pariwisata, seperti restoran, kerajinan tangan, akomodasi, dan lain-lain.

Bangunan-bangunan tua di bawah ini berlokasi di Luang Prabang, Laos, kondisinya pun tidak semua sempurna seperti awal mula dibangun, namun tetap memiliki daya pikat. Wisata nostalgia kota tua tidak pernah padam di hati para wisatawan terutama wisatawan manca negara. Selain dapat memberdayakan perekonomian masyarakat setempat, konservasi budaya dan kearifan lokal tetap terjaga, pemerintah pun akhirnya diuntungkan dengan pendapatan pajak.

Sumber foto



Sumber Foto


Di Cirebon, saya melihat adanya potensi di sepanjang kali Baru, lokasinya yang berdekatan dengan pelabuhan (yang juga dipadati bangunan-bangunan tua) hingga ke arah Kanoman/Pecinan dan Panjunan dapat dijadikan daerah wisata yang disebut "jalur nostalgia".

Lapak-lapak sepanjang Kali Baru yang menjual kerajinan khas Cirebon

Wisata yang berorientasi pemandangan seperti di bawah ini jarang mengalami kegagalan, keuntungan lainnya adalah masyarakat dengan sendirinya akan menjaga sumber mata pencahariannya karena sungai, kali, hingga selokan dapat dijadikan atraksi bagi para wisatwan. Restoran-restoran yang memiliki view seperti di bawah ini selalu penuh dipadati wisatawan.

Sumber foto




Lapak-lapak disepanjang Kali Baru sudah merupakan daya tarik tersendiri dan jika dikembangkan dapat menjadi pusat kuliner malam hari dengan pemandangan kali yang bersih dan tata cahaya yang memikat yang menyinari rindangnya pepohonan sepanjang kali.


Kota tua di Lijiang yang suadh direnovasi. Industri pariwisata yang memberdayakan masyarakat setempat.
Masyarakat di daerah Kanoman memiliki cara unik dalam bersosialisi. 

Pasar batu mulia, merupakan tempat asik untuk menghabiskan waktu dengan berbicang-bincang, tidak hanya bagi para penggemar batu. Berlokasi di Pecinan yang sangat dekat dengan Keraton Kesepuhan.

Ingin rasanya berbincang-bincang dengan mereka dan menanyakan apa yang mereka ingat tentang Cirebon di masa lalu.


Keragaman yang ada di daerah pecinan, panjunan, sepanjang kali Baru hingga keraton sampai wilayah Kesambi sangat menyimpan potensi sebagai pusat atraksi wisata. Selain itu juga, di tempat-tempat tersebut sudah merupakan sentra wisata kuliner bagi warga Cirebon, sehingga tidak susah untuk mengembangkan dan menggali potensi daerah ini lebih dalam lagi. Sungguh, Cirebon sebagai kota pelabuhan, memiliki daya tarik tersendiri dengan berbagai potensinya seperti keragaman budaya, karakter masyarakat yang toleran terutama di sekitar wilayah Pecinan dan Panjunan, banguan-bangunan tua, keragaman kuliner dan banyak hal lainnya.
Tukang sepuh perhiasan, mencuci perhiasan dengan menggunakan soap nut (lerak) yang juga umum digunakan untuk mencuci kain batik tulis.
Teh Poci, bukan khas Cirebon, namun khas "negara tetangga" (Tegal), menambah keragaman produk kerajinan rakyat di sepanjang jalan Kanoman (Pecinan)
Konsistensi yang mengagumkan, toko ini sudah menjual jamu sejak saya kecil (lebih dari 30-an tahun yang lalu)
Pasar burung, juga di jalan yang sama (daerah Pecinan)
Batu mulia

 
Kedai barang antik, klenik dan kerajinan khas Cirebon, kurang beragam apalagi? (Kanoman)

Kelenteng yang dibangun pada abad ke-16. Tiao Kak Sie (Dewi Welas Asih), yang masih mencoba mempertahankan keaslian struktur bangunan dan interior klenteng. Bukan tugas yang mudah.
Lukisan legenda Tiga Negara (Sam Kok) di klenteng Dewi Welas Asih, yg dibuat pada tahun 60-an, merupakan upaya pelestarian, kerena tembok yang berada dibelakangnya, yang penuh mural tentang cerita pengadilan di akhirat mengalami kerusakan parah akibat lapuk dimakan usia dan cuaca.

Bagi Anda yang ingin lebih mengenal Cirebon lebih dalam, ada ulasan menarik mengenai Cirebon tempo dulu. Tertuang dalam link berikut : http://cerbonan.wordpress.com/cirebon-tempo-doeloe/

Comments

Popular posts from this blog

Rindu Bali yang dulu

Ignorance is a bliss. Really?

Show Me The Way To Surrender