Path dependency (ketergantungan pada jalur).
Definition of 'Path Dependency'
An idea that tries to explain the continued use of a product or practice based on historical preference or use. This holds true even if newer, more efficient products or practices are available due to the previous commitment made. Path dependency occurs because it is often easier or more cost effective to simply continue along an already set path than to create an entirely new one.
Investopedia explains 'Path Dependency'
An example of path dependency would be a town that is built around a factory. It makes more sense for a factory to be located a distance away from residential areas for various reasons. However, it is often the case that the factory was built first, and the workers needed homes and ammenities built close by for them. It would be far too costly to move the factory once it has already been established, even though it would better serve the community from the outskirts of town.
An idea that tries to explain the continued use of a product or practice based on historical preference or use. This holds true even if newer, more efficient products or practices are available due to the previous commitment made. Path dependency occurs because it is often easier or more cost effective to simply continue along an already set path than to create an entirely new one.
Investopedia explains 'Path Dependency'
An example of path dependency would be a town that is built around a factory. It makes more sense for a factory to be located a distance away from residential areas for various reasons. However, it is often the case that the factory was built first, and the workers needed homes and ammenities built close by for them. It would be far too costly to move the factory once it has already been established, even though it would better serve the community from the outskirts of town.
Hal di atas menjelaskan bagaimana sistem di dunia (berasal
dari pola pikir) yang terbentuk saat ini merupakan warisan pemikiran terdahulu dan
akan sangat mudah menjelaskan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kerusakan
ekologi menjadi suatu keniscayaan jika kita perhatikan bagaimana warisan pola
pikir jaman revolusi industri membentuk kondisi sosial politik dan perekonomian
dunia terutama jika mengacu pada pemikiran bahwa manusia adalah mahluk ekonomi (lihat
definisi Homo Oeconomicus http://en.wikipedia.org/wiki/Homo_economicus)
Eksploitasi alam memang sudah lama ada namun sebelum
revolusi industri, proses produksi masih mengandalkan tenaga manusia (manual)
sehingga keterbatasan tenaga manusialah yang membatasi kegiatan eksploitasi
alam. Saat ini dengan berbagai kemajuan teknologi, kecepatan dan percepatan
eksploitasi melampaui kemampuan alam untuk menyeimbangkan diri, mengubah pola
produksi dan konsumsi.
Krisis apapun terlebih yang menyangkut kerusakan ekologi
terlihat bagai satu hal yang tidak berujung pangkal dan sulit untuk dikendalikan
apalagi dihentikan karena semua terlibat dalam arus ‘ketergantungan pada jalur’
(path dependency), semua
memberikan kontribusi dalam berbagai skala terhadap kerusakan ekologi. Industri
atau kegiatan ekonomi sesederhana apapun tidak lepas dari tindakan eksploitatif
dan perusakan alam, bedanya hanya pada besar kecilnya dampak secara langsung
dan seberapa besar tindakan ekonomi tersebut dapat dipulihkan/diseimbangkan
oleh alam dengan atau tanpa bantuan manusia (dengan atau tanpa manusia, alam akan menemukan keseimbangannya terlepas dari kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan manusia, manusia dapat dikategorikan sebagai hama bagi alam).
Pedagang pisang goreng menggunakan minyak sawit yang
harganya jauh lebih terjangkau jika dibandingkan dengan menggunakan minyak
kelapa buatan sendiri. Namun saat ini produksi minyak sawit sangat erat dengan
berbagai kerusakan alam dan krisis kemanusian. Secara tidak langsung, tanpa
disadari, pedagang pisang goreng juga merupakan salah satu perusak alam dan
pendukung kekerasan HAM. Saat saya menulis ini, saya sedang membayangkan
pedagang pisang goreng yang tersedak membaca penjelasan ini. Dari sini bisa dibayangkan
seberapa besar dampak industri otomotif dan perkakas (gadget) yang sangat bergantung pada pertambangan mineral, minyak
bumi dan batubara dalam skala besar mengingat pengguna hasil produk tersebut
mencakup populasi dunia.
Ada hal-hal yang saya anggap
hampir lucu, yang muncul dengan semakin dalam pemahaman seseorang akan path dependency dan posisinya dalam jalur tersebut. Seberapa besar perasaan bersalah
seorang aktivis lingkungan yang mau tidak mau masih menjadi bagian dari
perusakan alam, seberapa konyol seorang aktivis lingkungan hidup terlihat
dengan upaya-upayanya dalam mengkonservasi alam jika masih gagal melihat
gambaran besarnya.
Bagaimana reaksi Anda atas penjelasan ini? Apakah yang dapat
kita perbuat?
Bagi seorang pesimis, kenyataan ini membuatnya frustasi dan
apatis karena semua fenomena terkesan rumit dan gagal melihat solusi sehingga
jalan satu-satunya adalah terpaksa menjalani hidup dalam keputusasaan. Bagi
seorang optimis, dinding yang dicat warna hitam seperti gambar gua yang gelap
adalah jalan masuk yang akan menghantarkannya pada jalan keluar yang lain. Bagi
seorang oportunis, krisis apapun adalah peluang yang akan memberikan keuntungan
pribadi terlepas dari beban moral. Sisanya adalah orang-orang bingung yang mengikuti arus
bagai ikan mati (betapa konyolnya yang menganggap dirinya sophisticated namun berada dalam kategori ini dan merasakan ada
yang salah dalam hidupnya) dan orang-orang yang penuh suka cita karena dengan
atau tanpa pemahaman hal-hal yang rumit, ia tetap menjalankan kebaikan dalam
kesederhanaan (biasanya ditemukan di kelompok-kelompok etnis minoritas dunia
yang hidup di pedalaman/dekat dengan alam).
“Thanks to scientific and technical
advances over the last hundred years, most people today are materially
wealthier than their forefathers. Yet, by their own accounts, the improvement
in the quality of their lives has not matched their material gains. In fact, it
may be argued that people once were happier and more fulfilled. For some,
material affluence breeds anxiety, a gnawing fear that if someone doesn’t take
away their hard-earned acquisitions, the end of their days will prematurely
arrive to finish the job. Others find death easier to face than a lifetime of
assembly-line slavery, while most, in a less dramatic fashion, simply buckle
down to lives of quiet desperation”. (dikutip dari situs scientology).
“The real hopeless victims of mental
illness are to be found among those who appear to be most normal. Many of them
are normal because they are so well adjusted to our mode of existence, because
their human voice has been silenced so early in their lives that they do not
even struggle or suffer or develop symptoms as the neurotic does. They are
normal not in what may be called the absolute sense of the word; they are
normal only in relation to a profoundly abnormal society. Their perfect
adjustment to that abnormal society is a measure of their mental sickness.
These millions of abnormally normal people, living without fuss in a society to
which, if they were fully human beings, they ought not to be adjusted.” ―
Aldous Huxley, Brave New World Revisited -
Bagaimana seorang optimis mensiasati path dependency yang macam lingkaran
setan? Penjelasannya ada di bawah ini.
Path dependency juga terjadi pada hubungan antara bunga
dan lebah. Ada semacam ‘kesepakatan’ tidak kasat mata bagaimana relasi antara
segala spesies, sistem dan eksistensi
terbentuk dan terjalin.
Warna pada bunga tercipta melalui serangkaian ‘konspirasi’
genetik untuk menarik lebah (The Beauty of Flower- dipaparkan oleh ilmuwan
fisika Richard Feynman). Bunga dengan warna yang menarik akan menjamin
keberlangsungan dirinya sendiri dan otomatis segala sesuatu yang berkaitan secara
langsung atau tidak langsung dengannya. Hilangnya satu atau lebih komponen dalam rangkaian ‘konspirasi’
sama dengan pemusnahan terhadap seluruh komponen yang terkait (rantai makanan,
keseimbangan ekosistem).
Dalam ilmu biologi ada istilah DNA egois yang dianggap sebagai the ultimate parasite (L.E.
Orgel & F.H.C Crick) yang berbeda dengan gen egois (selfish gene –
Dawkins, namun biolog William D. Hamilton adalah yg pertama kalinya menyebarkan
gagasan gen egois ini pada tahun 1963).
DNA mewariskan sifat-sifat atau karakter-karakter tertentu yang
fungsinya tidak lain adalah penggandaan dirinya. Manusia atau spesies-spesies
lain hanyalah media penggandaan bagi DNA itu sendiri sehingga perilaku-perilaku
tertentu terbentuk demi kelangsungan ‘hidup’ DNA tersebut.
The theory of natural selection, in its more general formulation, deals with the competition between replicating entities. It shows that, in such a competition, the more efficient replicators increase in number at the expense of their less efficient competitors. After a sufficient time, only the most efficient replicators survive. — L.E. Orgel & F.H.C. Crick, Selfish DNA: the ultimate parasite.
Dari penjelesan di atas muncul kesan bahwa DNA membajak
segala tatanan jika tatanan itu menguntungkan dirinya sehingga muncul perilaku
khas. Media yang paling tunduk akan ‘perintah’ DNA akan terpilih dengan
sendirinya (menjelaskan kesalah kaprahan terhadap teori evolusi Darwin. “Otak
manusia hampir seolah-olah dirancang khusus untuk salah mengerti Darwinisme,
dan kesulitan untuk mempercayainya”-Richard Dawkins).
DNA memiliki kemampuan untuk membajak segala tatanan namun sayangnya dalam proses
penggandaan dirinya membutuhkan media-media yang patuh akan ‘perintah’ DNA
tersebut sehingga tidak membutuhkan ‘sifat-sifat kritis’ yang niscaya akan
menurunkan kualitas hidup media pengganda. Dalam dunia manusia penurunan
kualitas hidup ini akan lebih terasa (karena hanya manusia yang dianugrahi akal
budi yg juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan).
Dalam dunia manusia akan terlahir manusia-manusia dengan
kecerdasan yang menurun, namun jumlahnya banyak. Fenomena ini terpicu karena otak
kita semakin handal melayani empat dorongan hewani yg disebut zoolog sebagai empat F (fighting, fleeing, feeding, finding a mate).
Ironisnya justru ini akan mengarah pada kehancuran tatatan yang dibentuk oleh
DNA itu sendiri.
“Dari sudut pandang gen, umat manusia hanyalah sarana untuk
membuat gen sebanyak banyaknya” (Virus of the mind, Richard Brodie).
Mungkin ini yang bisa menjelaskan mengapa kualitas hidup
manusia semakin menurun, manusia semakin kehilangan akal budinya (kecerdasannya
menurun), menjelaskan keruntuhan satu peradaban dan siklus ‘pemulihan’
keseimbangan alam. DNA egois harus mati.
Menurut ilmu yang membahas memetika, ada satu harapan untuk
menangkal ‘pembajakan’ tatanan oleh DNA ini. Kuncinya ada pada ilmu memetika yang mempelajari bagaimana meme bekerja. Ini
artinya ada harapan untuk memutus path dependency. ‘Antibody’ terhadap kerumitan dan kepekatan path dependency tersebut ada pada pemahaman
bagaimana meme bekerja. Revolusi apapun adalah omong kosong jika jauh dari
pemahaman terhadap individu itu sendiri (termasuk pemahaman bagaimana
membongkar sistem dan bagaimana sistem di dalam dan di luar tubuhnya bekerja).
Meme: an information pattern held in an individual’s memory, which is capable of being copied by other individuals/ is an idea, behavior, or style that spreads from person to person within a culture. Source: http://en.wikipedia.org/wiki/Meme
Comments
Post a Comment