Dilarang bertanya


Dilarang bertanya

Suatu hari Mina ingin pergi ke pantai, dan ia sama sekali tidak paham arah mata angin dan posisi geografis di mana ia berada, ia pun bertanya kepada pejalan kaki, ke mana arah  pantai. Ia mendapatkan tiga jawaban berbeda dari tiga pejalan kaki yang berbeda, frustasi dan marah kepada para penunjuk jalan itu, ia menghabiskan waktu tiga kali lipat daripada yang dibutuhkan.

Permasalahannya ada pada Mina itu sendiri, karena sebenarnya ia harus mengerjakan PRnya yaitu memahami dulu posisi di mana ia berada. Ia merasa sudah yakin bahwa pertanyaannya sudah benar dan mengharapkan jawabannya harus benar pula. 

Memahami suatu permasalahan entah itu yang ada pada diri sendiri maupun masalah apapun dalam hidup ini, harus berawal pada kemampuan mengukur di mana letak kekosongan (ketidak tahuan). Bertanyapun bukan hal yang dapat menyelesaikan masalah. Seringkali kita merasakan kegelisahan ketika terjebak dalam situasi/ menghadapi satu hal, kepada siapa kita hendak bertanya. 

Apa gunanya tahu, dan untuk apa pengetahuan itu sendiri. Banyak hal yang penting untuk diketahui, namun tidak semuanya penting untuk diketahui pula. Diam, lihat sekeliling, dan amati. Pedoman hidup itu sudah tertanam dalam hati nurani, untuk apa bertanya pada manusia. 

Semua manusia berproses, sangat mungkin ketika manusia itu matipun prosesnya belum selesai. Untuk apa mengikuti dengan sangat patuh pada satu pemimpin dan berharap bahwa ia luput dari salah nikung. Tidak ada yang menganjurkan kita untuk mengkultuskan manusia lain. Yang dianjurkan hanyalah belajar, dari alam, dari kesalahan itu sendiri, dari orang lain, dari manapun. Hanya belajar dan jangan berharap lebih dari sekedar memahami, karena kebenaran hanyalah sebagian, tidak ada kebenaran mutlak.

Comments

Popular posts from this blog

Rindu Bali yang dulu

Ignorance is a bliss. Really?

Show Me The Way To Surrender