Rindu Bali yang dulu
Bagi mereka yang lahir di tahun 70-an, apa yang
diceritakan oleh salah seorang teman Bali saya, Made, seorang driver kelahiran 1976, hanya tinggal kenangan yang
tidak akan pernah terulang bahkan gambaran-gambaran yang mirip seperti lukisan
Bali tidak akan pernah dijumpai lagi saat ini.
Tahun 86, saya sudah kelas 5 SD dan jaman
itu kerajinan tangan sudah mulai marak, saya dulu bikin celepuk (burung hantu),
setiap pulang sekolah kerja jadi pengrajin celepuk dibayar 3500 rupiah perhari,
jaman itu uang saku hanya 100 rupiah, dan harga tanah 250,000 per are (10 x 10
m). Dulu kepemilikannya gak seperti sekarang, kalau ada transaksi hanya pakai
surat menyurat (perjanjian) saja, tidak ada sertifikat, malahan boleh minjam
lahan orang. Harga 250,000 rupiah per are itu lokasinya sudah persis di pinggir
jalan dan jaman itu gak ada orang nyari tanah di lembah-lembah, pinggir sungai
atau pantai seperti sekarang.
Selain celepuk, kerajinan
tangan lainnya itu gajah-gajahan, gak dicat seperti sekarang, masih natural.
Biasanya kalau celepuk dikirimnya ke pasar Sukowati, kalau gajah-gajahan itu
dikirimnya ke pasar Kumbasari. Dulu saya paling heran dengan pasar Kumbasari.
Jaman dulu, pasar-pasar di Bali masih pakai payung-payung, nah di Kumbasari ini
khususnya payungnya suka miring-miring ke kanan ke kiri. Saya heran kenapa
payungnya suka miring-miring ke kiri atau kanan, kenapa gak bikin kaki payung
yang mantap biar gak miring-miring. Ternyata kalau diperhatikan, payung-payung
itu fungsinya buat menghalangi pancaran sinar matahari. Kalau pagi payungnya
miring ke timur, kalo sore payungnya miring ke barat. Darimana arah sinar
matahari, disitulah payung dimiringkan, biar gak kepanasan.
Apa sih arti uang untuk orang Bali jaman dulu?
Dulu saya pernah lihat, ada tamu yg jalan-jalan ke Ceking
lihat nenek-nenek dengan sokasi, kemudian sokasinya dibeli seharga 500,000.
Nenek-nenek yg belum pernah lihat uang sebanyak itu sampai bingung nerima uang
sebanyak itu dan mau diapain uang sebanyak itu. Petani itu sebenernya dulu gak
terlalu butuh uang, karena sawah ada, lauk pauk sehari hari bisa dicari di
sawah juga, ada siput, ikan-ikan kecil. Nah kalau dapat julit (sejenis belut),
bisa gak nyari makanan lagi buat seminggu. Julit itu termasuk sejenis ikan yg
paling besar ukurannya yg bisa ditemuin di sawah. Bisa kenyang buat seminggu.
Nah sayur mayur itu bisa dipetik di sepanjang jalan. Di dekat dapur kami ada
teba (kebun belakan rumah) di sana juga tumbuh macam-macam sayuran seperti
pare, buah labu siam, tinggal metik lewat jendela dapur.
Kalau orang Bali jaman dulu mau cari hiburan, biasanya ke
mana dan ngapain aja?
Hiburan orang-orang Bali dulu itu lumayan banyak, salah
satunya jalan raya by pass. Jalan by pass ini dulu tontonan/salah satu hiburan
paling populer. Kalau hari raya suka ada truk yg datang ke kampung-kampung. Ramai-ramai
naik truk trus jalan-jalan ke by pass, semua mau nonton jalan by pass. Mungkin
kalau jaman sekarang itu layaknya orang Jawa yang mau nonton jembatan Suramadu.
Bagi orang Bali, jalan by pass yg sudah dihotmik itu dulu sesuatu yg menarik
perhatian karena itu satu-satunya jalan yg paling besar di Bali dan sudah
aspal, sedangkan jalan di tempat lain masih jalan tanah. Kalau hiburan
tradisional orang jaman dulu sabung ayam dan tari muda mudi Janger.
Kalau hari raya Kuningan pasti ada kunjungan ke Serangan,
naik kapal nyebrang ke Serangan sebelum Tommy mengurug selat Serangan jadi satu
dengan Bali. Kita nyebrang ke Serangan, naik kapal, pulangnya beli buah
bengkoang karena Serangan itu panas, bikin haus. Hiburannya ya beli bengkoang
dan lihat gadis-gadis yang menyingkap kainnya sebatas lutut ketika mau
menyebrang naik kapal, padahal kalau mandi di sungai ya sama-sama telanjang,
dan bukan sesuatu yang aneh, tapi justru kalau lihat gadis pakai pakaian
tradisional lengkap, disitu letak erotismenya.
Hiburannya orang Bali jaman dulu banyak sekali sebenarnya.
Hiburan yang paling dirindukan itu sesuatu yang sepele tapi menyenangkan. Jaman
dulu kalau pacaran, ketika ketahuan itu rasanya bikin gemeteran, terutama
perempuan. Apalagi kalau dia masih kecil, kalau ketahuan pacaran, sudah nangis
takutnya bukan main jantungnya berdebar, serasa sudah dinodai. Ini juga jadi
hiburan karena ada perasaan dag dig dug, ya macam adrenalin rush gitu.
Trus, Kuta itu apa memang dari dulu pusat atraksi Bali,
tempat orang cari hiburan?
Daerah selatan
Bali itu seperti tempat pembuangan, LP itu posisinya di Kerobokan yg panas,
gersang, dan Kuta itu dulunya adalah tempat pembuangan orang yang kena lepra,
tempat pengasingan. Tempat orang-orang yang terbuang, tersisihkan.
Tradisi yang ada jaman dulu, yang sekarang udah
ditinggalkan, apa aja?
Kuburan itu dulu bukan tempat orang nanem mayat aja. Jaman
itu kalau raja punya anak buncing (kembar), itu adalah anugrah, tapi kalau
rakyat biasa punya anak buncing, itu harus diasingkan di kuburan selama 1 bulan
7 hari, itu kejamnya aturan jaman dulu. Coba bayangkan punya anak bayi masih
merah, harus diasingkan di kuburan.Trus yg nyusuin anaknya siapa? Ya sama orang
tuanya sama-sama tinggal di kuburan.
Bayangkan dulu kuburan itu penuh dengan pohon-pohon besar
dengan akar yg melingkar lingkar. Jarak antara kuburan dengan rumah penduduk
itu jauh sekali jaman dulu. Kalau kuburan jaman sekarang udah kayak hotel ada banyak
lampu kanan kirinya, jalanan sudah dipaving, sebrangnya ada ATM dan tempat
perbelanjaan malah bisa dipakai tempat janjian orang pacaran.
Seperti apa sih Ubud jaman dulu? Apa yang paling diingat
tentang Ubud masa lampau?
Di kuburan Tebesaya itu dulu ada pohon gede sekali dengan
akar yg melingkar lingkar, jaman itu Tebesaya masih kampung dengan jalan tanah,
bersih sekali, walaupun jalan tanah, tapi itu bersih sekali. Kalau mau masuk
daerah Tebesaya itu rasanya seperti memasuki daerah yang metaksu (memiliki
energi/daya magis).
Monkey Forest itu dulunya sawah semua, jalan Monkey
Forest yg sekarang itu dulunya hanya jalan setapak, jalan tanah, dengan
pohon-pohon rindang di kanan kirinya, jalannya kecil. Jalan setapak yg sering
dilalui sepeda itu jadi jalan tanah setapak, sisanya ya rumput. Saya paling
suka kalau maen sepeda di Monkey Forest, meluncur ngebut kearah hutannya, gak
usah mengayuh pedal. Di dalamnya ada pohon Beringin besar sekali dan di bawah
pohon beringin itu masih tanah dan bersih sekali. Monyetnya belum sebanyak
sekarang, karena jaman dulu di kampung saya masih suka makan daging monyet.
Kalau sekarang gak ada orang makan daging monyet. Monyet di Monkey Forest
sekarang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dulu.
Lalu jaman dulu kalau saya berburu pakai tombak. Berburu tupai
pakai tombak, kalau dapat tupai, dapat upah satu kelapa. Jaman dulu semua orang
yg merasa dirinya laki-laki sejati, sudah pasti bisa manjat. Kemampuan manjat
pohon dibutuhkan buat cari busung (daun) kelapa untuk keperluan upacara.
Trus kalau mau jalan-jalan, ada kendaraan?
Kondisi jalan jaman dulu disebut geladak, pinggiran
batasnya dari batu-batu besar, badan jalannya bongkahan batu-batu yg lebih
kecil. Dan Cuma truk engkol yang bisa lewat di jalan seperti itu. Seru sekali
kalau sudah naik truk engkol, badannya terguncang-guncang ke kiri ke kanan.
Setelah truk engkol, mulai masuk angkutan colt. Duduknya berderet di sisi kiri
dan kanan, di tengahnya biasanya dimuat macam-macam. Isinya hiruk pikuk.
Penumpangnya kakek-kakek bawa ayam, nenek-nenek ngunyah sirih, ketela pohon di
tengah, ternak bebek, nah kalo laki-laki (bapak2/anak muda) biasanya rebutan
duduk di belakang, karena ingin nyium bau asap knalpot. Jaman dulu rasanya lain
sekali, harum, bau yang lain daripada yang lain, jadi semua berebut mau nyium
bau asap knalpot.
Kapan plastik masuk Ke Bali pertama kali? Dulu kalau
belanja bungkusnya pakai apa?
Jaman dulu, kalau nenek-nenek beli gula pasir, plastiknya
gak akan dibuang, pasti dirawat baik-baik, cara buka bungkusan gula pasir itu
hati-hati sekali, Kalau dapat kaleng susu, atau kotak biscuit rasanya kayak
mimpi, jaman itu langka dan berharga sekali. Sebelum plastik masuk, masih
banyak yang pakai daun, itu jaman saya SMP. Orang jualan bubur pakai daun
pisang. Jaman dulu gak ada orang beli jajan, karena semua nenek-nenek bikin
jajanan sendiri ditaruhnya di gerede (semacam kotak kaleng kedap udara, semacam
tempat kerupuk). Rasanya enak sekali, dapat sepotong aja untuk diminum bersama
kopi di pagi hari rasanya luar biasa. Jajanan Bali rata-rata kering semua.
Seperti kripik pisang yang diberi gula, ketan yang digulai, rata-rata keras.
Sebelum ada deterjen, orang bersih-bersih pakai apa?
Orang jaman dulu kalau cuci baju masih pakai lerak, kalau
mandi pakai nyayad (lumpur/pasir halus yg ada di sungai), samponya pakai daun
pucuk. Deterjen pertama kali itu waktu saya SD, mereknya super busa, belinya
setengah batang, buat satu minggu.
Jaman dulu gak ada yang buang hajat di sungai karena
sungai itu dipakai untuk mandi. Rata-rata orang buang hajat di teba (pekarangan
belakang), ceboknya pakai daun kering, dan gak harus gali lubang dan dikubur,
karena gak lama kemudian ada sejenis binatang/serangga namanya beduda yang
punya tugas ngangkut/mengurai tai. Yang paling lucu, jaman sekarang ada grup
metal Bali namanya Beduda. Beduda itu ya serangga pengeruk tai artinya.
Bagaimana dengan penerangan jaman dulu?
Daun jarak dipakai buat penerangan jaman dulu, kalau yg
kelas menengah ke atas pakainya serongkeng (patromaks yang pakai spirtus) dan
ganjreng.
Kaya apa sih anak-anak jaman dulu, mainannya apa aja?
Anak-anak kecil
jaman dulu ikut maen di sawah, kalau waktunya bajak sawah anak-anak main
lumpur, bercanda di sawah bersama orang tuanya. Bikin motor-motoran dari buah
sentul. Kalau tidak di sawah ya rata-rata mainnya di teba (kebun belakang
rumah). Orang dulu rata-rata gak punya sandal, jadi kalau lagi main di teba
sering nginjek kotoran. Penyakit koreng, bisul, bisaan itu udah makanan sehari
hari, udah biasa. Bisaan itu seperti ada cairan di bawah permukaan kulit,
kadang kulit telapak kaki itu bolong bolong, karena kena bisaan itu.
Seperti apa sih pedagang berjualan jaman dulu?
Di dekat restoran
babi guling Ibu Oka itu dulunya pohon beringin besar sekali, nah di bawahnya
banyak orang jualan, dan banyak bapak-bapak tua nongkrong dengan ayamnya. Jualannya
pakai meja kecil, jual jajan Bali, jual kopi, yg gelasnya gak pernah dicuci,
sampe butek, karena jaman dulu blm ada sabun.
Pelukis terkenal dari Bali namanya Ida Bagus Made dari
Tebesaya, saya tau beliau, nenek saya temannya Ida Bagus Made, dia sering beli
kain dari nenek saya, yang keliling kampung dagang kain dan tembakau. Jaman
dulu orang gak suka belanja barang jauh-jauh, biasanya paling suka kalau
dikunjungi pedagang keliling, sambil bertetangga, cerita-cerita dan berbagi
mako (tembakau).
Waktu saya kecil sering diajak naik bis oleh nenek saya
yang pedagang, dari Gianyar ke Klungkung pakai mobil kecil, dari Klungkung ke
Candidasa pakai bis macam punyanya Perama. Nenek saya sering traveling cari
barang seperti kain, emas, tembakau di Klungkung.
Kaya apa sih bedanya perayaan Galungan Kuningan dulu dan
sekarang?
Jaman dulu kalau mau Galungan, satu minggu sebelumnya
orang sudah mimpi makan daging. Bukan karena tidak mampu, kerena rata-rata
penduduk pelihara babi. Ada penekanan dari orang tua-tua dulu untuk jangan
terlalu sering makan daging, jadi pada intinya segala sesuatunya itu dibatasi.
Jadi apa yang kita rasakan itu secukupnya saja dan yang sedikit itu seringkali
dirindukan, tidak berlebih, tidak kekurangan.
Daging yang dimasak ketika Galungan itu ada yang disimpan
namanya buntilan, disimpan/dibungkus pelepah buah pala. Tahan selama 3 bulan,
ditaruh di dapur, di gantung di atas perapian dapur yang setiap saat berasap.
Urutan itu kalau dulu baru boleh dimakan kalau penjor sudah diturunkan.
Kehidupan
bertentangga di Bali jaman dulu seperti apa?
Jaman dulu aktifitas paling rame itu di dapur, sedikit2
bikin kopi. Dan serunya jaman dulu, dapur itu sudah pasti ada lobang atau pintu
samping yang tembus ke pekarangan tetangga yang juga langsung menuju dapur
tetangga, begitu seterusnya. Kegiatan di pagi hari yang rutin jaman dulu itu
berbagi/minta api, maka dari itu antar dapur dan pekarangan tetangga hampir gak
ada batasnya, tembus, berbagi api lewat pintu samping atau lubang dapur. Tidak
ada korek. Danyuh (daun kelapa yg sudah kering) dibawa untuk minta api dari
tetangga. Siapa yg dapurnya nyala duluan itu duluan dimintain api. Kegiatan di
pagi hari itu jadi sesuatu yang sangat menyenangkan karena terlihat senyum yang
dimulai ddari kegiatan berbagi api dapur.
Keadaan dapur tetangga diketahui banyak orang, termasuk
siapa yang masih punya buntil. Dan siapa yang punya makanan berlebih
kadang-kadang di sana seringkali ditumpangi anak-anak tetangga. Sampai ada
istilah besar di tetangga, sampai dewasa, pasti akan diingat siapa yang dulu
sering ngasih makan.
Kecuali masalah perbedaan kasta yang cukup memprihatinkan, dari cerita-cerita Made di atas, tidak ada kesan miskin
yang saya tangkap, tapi saya bisa membayangkan kehangatan dan kegembiraan yang
ada pada jaman dulu. Kadang saya merasa beruntung tidak memiliki kesempatan
untuk melihat Bali tempo dulu, karena saya yakin jika saya mengalami apa yang
Bli Made alami, sepertinya hanya ada penyesalan dalam hati saya, mungkin juga
rasa kesepian dan “jauh” dari sesuatu yang dulu sempat menghangatkan jiwa.
Bagus sekali artikelnya.
ReplyDeleteDulu yang saya ingat juga setiap datang dari sekolah selalu minta nasi sela dan pepes klengis sama Niang. Karena Ibu jualan buah di pasar, jadi ga punya nasi dirumah. Niang selalu saja bisa buatkan makanan enak, meskipun dari umbi, sambal kukus, nasi sela itu sudah lebih dari cukup.Enak sekali rasanya. Itu yang paling ngangenin.
Terimakasih : ) senang bisa berbagi cerita, mungkin bisa berbagi cerita tentang Bali dari sudut pandangmu/pengalaman masa kecilmu?
ReplyDelete