Posts

Showing posts from October, 2014

Diam itu emas. Benarkah?

Dulu saya pernah berpendapat bahwa kehidupan para pertapa, para bikshu atau pendeta adalah hal yang sangat egois. Bagaimana tidak, mereka terlihat seolah olah tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Di luar sana ada banyak ketimpangan sosial, kemiskinan, kekerasan, perusakan alam dan sebagainya, namun para hermit ini seolah tidak bergeming atau tidak menunjukan kepedulian terhadap segala fenomena yang membuat hati kebanyakan orang bergejolak oleh amarah. Mereka justru sibuk dengan segala puja puji dan doa doa saja. Memangnya segala macam masalah bisa reda tanpa keterlibatan langsung manusia, yang dianugrahi akal budi, sehingga memiliki tanggung jawab sebagai pemelihara. Itu pendapat saya, dulu. Ketika terpanggil untuk merespon satu tragedi kemanusiaan, sesegera mungkin kita ingin melakukan sesuatu, bahkan merasa gelisah hingga frustasi ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan pada awalnya. Alih alih mengamati dengan seksama setiap variabel   dan sejarah yang me

Ignorance is a bliss. Really?

Ignorance is a bliss. Really? Kalimat ini seringkali dilontarkan, tapi saya seringkali berkerut kening ketika mendengarnya. Satu renungan panjang dibutuhkan untuk memahami apa makna sesungguhnya dari kalimat tersebut. Ada satu kejadian yang membantu saya memahami hal itu. Ini berawal dari seorang teman yang saya temui dan saya bercerita padanya tentang isu seputar pertanian dan lingkungan hidup.  Ada banyak hal dan informasi yang tidak sampai ke masyarakat luas, termasuk masyarakat yang berpendidikan sekalipun. Saya mengemukakan tentang jahatnya satu perusahaan makanan ringan yang memiliki konsesi lahan untuk perkebunan sawit. Bagaimana perusahaan tersebut merampas hak hidup masyarakat adat (dan membasmi ekosistem hutan tersebut)   yang dari generasi ke generasi merupakan penjaga hutan hujan, paru paru dunia. Perusahaan makanan ringan itu hanya satu dari ratusan kasus lain yang serupa, yang ada di sekitar kawasan yang sama di Sumatera. Belum lagi saya ceritakan tentang

Diskotek, Pineal Gland dan Bunuh Diri Masal

DA : Di Banjarmasin itu ada diskotik besar sekali, mirip kayak Stadium di Jakarta. Aku heran banget kenapa diskotik itu harus sebegitu gelapnya, maksudku bukan masalah lightingnya, tapi apa ya, rasanya tempat itu gelap sekali. A : Haha, what do you expect, segerombolan orang dengan niat tertentu, yang waktu itu mungkin auranya lagi gelap, energinya lagi negatif, berbondong bondong datang ke satu tempat yang jadi wadah niatnya itu. Pasti gelap lah semua jadinya, gak cuma lampunya aja yang remang-remang. Hehe DA: Hehe, di dalam asapnya (rokok) gila sekali, aku keluar karena gak tahan, lucunya, keluar dari diskotik juga ketemu asap dari kebakaran hutan. Itu gila itu haha.  A: Kalau orang Yahudi dipaksa Nazi masuk ke gas chamber, ini orang di sana (yang masuk diskotik di Banjarmasin) dengan suka rela bunuh diri masuk ke “gas chamber”, haha. Baguslah, buat mengurangi jumlah populasi penduduk juga. A: Ngomong-ngomong populasi penduduk, aku pernah baca artikel tentang per